Selasa, 11 Desember 2012

UMP SUDAH FINAL

12 December 2012   


UMP Rp1.375.000 sudah final
http://waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=271427:ump-rp1375000-sudah-final&catid=14:medan&Itemid=27

Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Gatot Pujo Nugroho berharap aksi unjukrasa yang dilakukan buruh segera berhenti. Karena UMP 2013 yang ditetapkannya sudah bagian dari upaya maksimal yang dilakukannya. Bahkan untuk kedua kalinya upah ditetapkan lebih tinggi dari usulan Dewan Pengupahan Daerah (Depeda). Sementara secara terpisah dari pantauan di lapangan, warga Medan juga mulai resah dengan aksi-aksi buruh yang dinilai sudah melanggar hak-hak mereka.

“Saya apresiasi aksi buruh ini, tapi kami atas nama pemerintah dan masyarakat meminta, meminta dan sekali lagi meminta kepada teman-teman buruh bahwa kami sudah sangat maksimal melakukan upaya dalam hal penetapan UMP. Dua tahun berturut-turut kami telah menaikkan upah di atas usulan Depeda,” kata Gatot kepada wartawan di Gubernuran hari ini.

Seperti diketahui pada 2011 lalu, Gatot menolak usulan kenaikan UMP 2012 yang diusulkan Depeda yaitu Rp1.107.500 yang kemudian ditetapkan menjadi Rp1.200.000. Hal yang sama juga dilakukan Gatot saat Depeda memberikan usulan UMP 2013 yang kemudian dinaikkan menjadi Rp 1.305.000. Lalu atas tuntutan buruh dan melihat kondisi UMP di provinsi lain, upah kembali dinaikkan menjadi Rp1.375.000.

Yang perlu digarisbawahi lanjut Gatot, bahwa kenaikan tersebut masih diterima kalangan dunia usaha meski baru dua tahun ini UMP ditetapkan di atas rekomendasi Depeda. Saat ini UMP Sumut merupakan yang tertinggi kedua di Sumatera setelah Aceh.

Untuk itu Gatot sangat menyayangkan jika aksi buruh kali ini berdasarkan informasi yang diterimanya telah menimbulkan insiden penikaman. Hal-hal seperti itu menurutnya tidak perlu terjadi.

Kalangan buruh menurutnya harus lebih memahami keputusan yang telah ditetapkan olehnya. Karena tuntutan agar menaikkan upah di atas usulan Depeda justru telah dilakukannya sejak awal. Pemprov Sumut terus melakukan upaya peningkatan kesejahteraan buruh.

Namun harus disadari juga kondisi di kabupaten/kota lain seperti Pakpak Bharat, Humbang Hasundutan dan Kepulauan Nias. Jika UMP ditetapkan terlalu tinggi justru banyak kabupaten/kota yang menjadi korban.

Sebab, UMP sesungguhnya bukan menjadi patokan atas kenaikan upah. Hanya rujukan bagi kabupaten/kota untuk menetapkan UMK. “Yang jadi refrensi upah itu bukan UMP. Tapi UMK dan Upah Minimum Sektoral,” terang Gatot.

Untuk itu dirinya telah berinisiatif pada Kamis (13/12) ini akan mengundang Pemkab/Pemko untuk membahas persoalan upah di kabupaten/kota. Sebab hingga saat ini usulan UMK belum ada di tangannya. “Kamis ini kami rapat dengan bupati dan wali kota. Ini (upah) akan menjadi fokus kami. Sampai sekarang belum ada usulan UMK di meja saya,” ungkap Gatot.

Demo buruh yang menuntut pembatalan Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumut 2013 yang telah ditetapkan dari Rp1.375.000 menjadi Rp2.2 juta, belakangan ini tidak bisa dipungkiri menimbulkan keresahan bagi masyarakat Sumatera Utara (Sumut). Tanpa terkecuali warga Kota Medan. Terlebih aksi-aksi yang digelar para buruh itu, sampai menimbulkan kericuhan serta dibarengi aksi pemblokiran jalan-jalan protokol di Medan dan daerah lainnya.

"Ya tidak mungkin juga aksi buruh itu dilarang, karena memang diperbolehkan menyampaikan aspirasi dan tuntutan. Tapi sebenarnya juga, demo-demo itu menghambat kegiatan masyarakat lain yang tidak ikut berdemo. Kalau dibilang tidak terganggu, ya tidak mungkin," kata Yusuf (38), supir bus pariwisata saat dimintai tanggapannya oleh wartawan, hari ini.

Dikemukakan pria lajang yang tinggal di Jalan Bajak III, Kelurahan Harjosari II, Kecamatan Medan Amplas ini lagi, diharapkan aksi para buruh itu jangan egosi dan malah menghambat masyarakat lainnya untuk beraktifitas.

"Masyarakat lainnya kan juga mau kerja, mau mencari rezeki. Mencari nafkah bagi keluarganya. Kalau demonya rusuh, terus jalan-jalan diblokir, masyarakat jadi takut. Jadi tidak bisa kerja. Mau tidak mau jadi tidak kerja, kan kasihan juga. Ya janganlah pada akhirnya, karena demo masyarakat jadi tidak dapat mencari nafkah. Kita berharap demonya bisa lebih santun, kan aman. Kita sebagai masyarakat selalu ingin aman. Kalau sudah aman, mau kerja, mau ini, mau itu jadi enak.  Tidak merugikan masyarakat lainnya," tuturnya.

Kekecewaan yang sama juga dirasakan, Sahudin (50), supir Taksi Delta, yang kesehariannya mengitari Kota Medan untuk mencari penumpang. Pria yang akrab disapa Udin, warga Patumbak ini mengaku, sejak Senin (3/12) pekan lalu, dirinya tidak bekerja. Sama artinya, Udin harus beralih profesi untuk sementara waktu mencari pekerjaan sampingan.

"Dari awal minggu lalu sudah mulai tidak kerja, karena dimana-mana demo. Rusuh, jalan ini diblokir, jalan itu diblokir. Bagaimana mau lewat? Kalau demo ya demolah, tapi janganlah masyarakat lainnya jadi korban. Sekarang mocok-mocoklah. Kalau bisa, cepatlah selesai. Biar bias narik taksi lagi," kata Udin yang mengaku sudah delapan tahun jadi supir taksi sejak 1994 tersebut.

Bapak dua anak ini juga sempat menuturkan, hasil dari kerja sambilan di luar pekerjaan tetapnya sebagai supir taksi itu, tidak dipungkirinya lebih kecil dari penghasilannya dari mengangkut penumpang.

Udin mampu meraup penghasilan rata-rata per hari dari mengangkut penumpang, berkisar Rp100 ribu. Sedangkan pendapatannya dengan jalan mocok-mocok tersebut, paling tinggi sebesar Rp50 ribu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar