http://waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=271427:ump-rp1375000-sudah-final&catid=14:medan&Itemid=27
Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Gatot Pujo
Nugroho berharap aksi unjukrasa yang dilakukan buruh segera berhenti.
Karena UMP 2013 yang ditetapkannya sudah bagian dari upaya maksimal yang
dilakukannya. Bahkan untuk kedua kalinya upah ditetapkan lebih tinggi
dari usulan Dewan Pengupahan Daerah (Depeda). Sementara secara terpisah
dari pantauan di lapangan, warga Medan juga mulai resah dengan aksi-aksi
buruh yang dinilai sudah melanggar hak-hak mereka.
“Saya
apresiasi aksi buruh ini, tapi kami atas nama pemerintah dan masyarakat
meminta, meminta dan sekali lagi meminta kepada teman-teman buruh bahwa
kami sudah sangat maksimal melakukan upaya dalam hal penetapan UMP. Dua
tahun berturut-turut kami telah menaikkan upah di atas usulan Depeda,”
kata Gatot kepada wartawan di Gubernuran hari ini.
Seperti
diketahui pada 2011 lalu, Gatot menolak usulan kenaikan UMP 2012 yang
diusulkan Depeda yaitu Rp1.107.500 yang kemudian ditetapkan menjadi
Rp1.200.000. Hal yang sama juga dilakukan Gatot saat Depeda memberikan
usulan UMP 2013 yang kemudian dinaikkan menjadi Rp 1.305.000. Lalu atas
tuntutan buruh dan melihat kondisi UMP di provinsi lain, upah kembali
dinaikkan menjadi Rp1.375.000.
Yang perlu digarisbawahi lanjut
Gatot, bahwa kenaikan tersebut masih diterima kalangan dunia usaha meski
baru dua tahun ini UMP ditetapkan di atas rekomendasi Depeda. Saat ini
UMP Sumut merupakan yang tertinggi kedua di Sumatera setelah Aceh.
Untuk
itu Gatot sangat menyayangkan jika aksi buruh kali ini berdasarkan
informasi yang diterimanya telah menimbulkan insiden penikaman. Hal-hal
seperti itu menurutnya tidak perlu terjadi.
Kalangan buruh
menurutnya harus lebih memahami keputusan yang telah ditetapkan olehnya.
Karena tuntutan agar menaikkan upah di atas usulan Depeda justru telah
dilakukannya sejak awal. Pemprov Sumut terus melakukan upaya peningkatan
kesejahteraan buruh.
Namun harus disadari juga kondisi di
kabupaten/kota lain seperti Pakpak Bharat, Humbang Hasundutan dan
Kepulauan Nias. Jika UMP ditetapkan terlalu tinggi justru banyak
kabupaten/kota yang menjadi korban.
Sebab, UMP sesungguhnya bukan
menjadi patokan atas kenaikan upah. Hanya rujukan bagi kabupaten/kota
untuk menetapkan UMK. “Yang jadi refrensi upah itu bukan UMP. Tapi UMK
dan Upah Minimum Sektoral,” terang Gatot.
Untuk itu dirinya
telah berinisiatif pada Kamis (13/12) ini akan mengundang Pemkab/Pemko
untuk membahas persoalan upah di kabupaten/kota. Sebab hingga saat ini
usulan UMK belum ada di tangannya. “Kamis ini kami rapat dengan bupati
dan wali kota. Ini (upah) akan menjadi fokus kami. Sampai sekarang belum
ada usulan UMK di meja saya,” ungkap Gatot.
Demo buruh yang
menuntut pembatalan Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumut 2013 yang telah
ditetapkan dari Rp1.375.000 menjadi Rp2.2 juta, belakangan ini tidak
bisa dipungkiri menimbulkan keresahan bagi masyarakat Sumatera Utara
(Sumut). Tanpa terkecuali warga Kota Medan. Terlebih aksi-aksi yang
digelar para buruh itu, sampai menimbulkan kericuhan serta dibarengi
aksi pemblokiran jalan-jalan protokol di Medan dan daerah lainnya.
"Ya
tidak mungkin juga aksi buruh itu dilarang, karena memang diperbolehkan
menyampaikan aspirasi dan tuntutan. Tapi sebenarnya juga, demo-demo itu
menghambat kegiatan masyarakat lain yang tidak ikut berdemo. Kalau
dibilang tidak terganggu, ya tidak mungkin," kata Yusuf (38), supir bus
pariwisata saat dimintai tanggapannya oleh wartawan, hari ini.
Dikemukakan
pria lajang yang tinggal di Jalan Bajak III, Kelurahan Harjosari II,
Kecamatan Medan Amplas ini lagi, diharapkan aksi para buruh itu jangan
egosi dan malah menghambat masyarakat lainnya untuk beraktifitas.
"Masyarakat
lainnya kan juga mau kerja, mau mencari rezeki. Mencari nafkah bagi
keluarganya. Kalau demonya rusuh, terus jalan-jalan diblokir, masyarakat
jadi takut. Jadi tidak bisa kerja. Mau tidak mau jadi tidak kerja, kan
kasihan juga. Ya janganlah pada akhirnya, karena demo masyarakat jadi
tidak dapat mencari nafkah. Kita berharap demonya bisa lebih santun, kan
aman. Kita sebagai masyarakat selalu ingin aman. Kalau sudah aman, mau
kerja, mau ini, mau itu jadi enak. Tidak merugikan masyarakat lainnya,"
tuturnya.
Kekecewaan yang sama juga dirasakan, Sahudin (50),
supir Taksi Delta, yang kesehariannya mengitari Kota Medan untuk mencari
penumpang. Pria yang akrab disapa Udin, warga Patumbak ini mengaku,
sejak Senin (3/12) pekan lalu, dirinya tidak bekerja. Sama artinya, Udin
harus beralih profesi untuk sementara waktu mencari pekerjaan
sampingan.
"Dari awal minggu lalu sudah mulai tidak kerja, karena
dimana-mana demo. Rusuh, jalan ini diblokir, jalan itu diblokir.
Bagaimana mau lewat? Kalau demo ya demolah, tapi janganlah masyarakat
lainnya jadi korban. Sekarang mocok-mocoklah. Kalau bisa, cepatlah
selesai. Biar bias narik taksi lagi," kata Udin yang mengaku sudah
delapan tahun jadi supir taksi sejak 1994 tersebut.
Bapak dua
anak ini juga sempat menuturkan, hasil dari kerja sambilan di luar
pekerjaan tetapnya sebagai supir taksi itu, tidak dipungkirinya lebih
kecil dari penghasilannya dari mengangkut penumpang.
Udin mampu
meraup penghasilan rata-rata per hari dari mengangkut penumpang,
berkisar Rp100 ribu. Sedangkan pendapatannya dengan jalan mocok-mocok
tersebut, paling tinggi sebesar Rp50 ribu. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar