MEDAN
- Elemen di Sumentara Utara (Sumut) terus mendesak agar Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) segera memeriksa Pelaksana Tugas (Plt)
Gotot Pujo Nugroho terkait dugaan penyimpangan anggaran perjalanan dinas
saat menjabat Wakil Gubernur Sumut dan Pelaksana Tugas (Plt) Gubsu.
Dugaan
penyimpangan anggran perjalanan dinas Gatot tersebut yang bersumber
dari kas Biro Umum Pemprov Sumut yang berjumlah miliaran rupiah telah
dilaporkan oleh DPP LSM Serikat Kerakyatan Indonesia (SAKTI) ke KPK pada
4 September 2012 lalu.
Dalam
laporannya LSM SAKTI telah menyerahkan bukti fotocopi kwitansi
pengambilan uang di kas Biro Umum Pemprov Sumut untuk perjalanan dinas
Gatot saat menjabat Plt Wakil Gubsu dan Plt Gubsu yang serahkan oleh
biro umum melalui ajudan Gatot yang bernama Ridwan Panjaitan.
“Bukti-bukti berupa kwitansi sudah kita serahkan ke KPK dan kita minta
lembaga hukum tersebut segera memeriksa Gatot,” ujar Ketua DPP LSM SAKTI
Tongam Siregar, hari ini.
Seperti diketahui dalam kasus dugaan
penyimpangan anggaran di kas Biro Umum Pemprov Sumut tersebut
sebelumnya telah ditangani oleh Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda
Sumut). Tetapi Polisi hanya menetapkan tiga orang sebagai tersangka
dalam kasus dugaan korupsi di Biro Umum tersebut dan saat ini tengah
menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di
Medan.
Tongam juga menyebutkan kalau dalam pekan ini pihaknya
akan segera ke KPK untuk menanyakan kejelasan kasus tersebut. “Dalam
pekan ini kita akan ke KPK guna menanyakan kasus tersebut. Dan kita akan
mendesak lembaga tersebut segere mengusut kasus ini dan segera
memeriksa Gatot, bila perlu kita akan buat unjuk rasa di KPK guna
mendesak pengusutan kasus tersebut,” ujar Tongam.
Bahkan kata Tonggam saat Gatot menjabat wakil Gubernur Sumut juga diduga ada penggunaan anggran yang diduga menyimpang.
“Ada
data fotokopi kwintansi pengambilan dana hanya dicantumkan sebagai
keperluan pengeluaran panjar untuk keperluan Bapak Wagubsu, bahkan ada
juga yang tidak dicantumkan (tidak jelas) keperluan pengeluarannya yang
berlangsung sejak 19 Januari 2010 hingga Juli 2011 dengan rincian untuk
APBD 2010 terdapat 30 fotokopi kwitansi pembayaran senilai
Rp.1.512.650.000, dan APBD 2011 terdapat tujuh fotokopi kwitansi
pembayaran senilai Rp.407.500.000 dengan jumlah keseluruhan
Rp.1.920.150.000,” ujar Tongam.
Lanjut Tongam pada fotokopi
kwitansi pembayaran tersebut, tercantum dan ditandatangani sebagai
penerima adalah Ridwan Panjaitan yang saat itu CPNS yang belum memiliki
NIP bertugas sebagai sekretaris pribadi Wagubsu Gatot Pujonugroho,
Rajali, (Ka Biro Umum) selaku kuasa pengguna anggaran dan Aminuddin
sebagai bendahara pengeluaran pembantu pada biro umum Setdaprovsu.
Dalam
laporanya ke KPK, DPP LSM SAKTI telah mendapat tanggapan dari KPK
melalui surat nomor: R-4141/40-43/10/2012 ditandatangani Deputi Bidang
Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat, Handoyo disertai dengan
tanda bukti penerimaan laporan dugaan tindak pidana korupsi nomor:
2012-09-000037 ditandatangani penerima laporan pengaduan masyarakat
Sugeng Basuki tertanggal Jakarta 04-09-2012.
“Saya menilai kalau
Polda Sumut tidak serius menangani kasus tersebut. Yang dijadikan
tersangka hanya pejabat bawahan saja, sementara mantan Kepala Biro Umum
seperti Rajali yang diduga terlibat dalam kasus tersebut tidak dijadikan
tersangka. Selain itu Polda juga tidak menyentuh Pelaksana Tugas (Plt)
Gubsu Gatot Pujo Nugroho untuk diperiksa terkait hal ini, makanya kita
laporkan dugaan korupsi yang dilakukan oleh Gatot tersebut ke KPK dan
laporan kita telah dijawab dan dalam jawabannya bahwa, laporan kita yang
ditandatangani oleh Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan
Masyarakat KPK akan menjadi bahan untuk kegiatan koordinasi dan
supervise atas penangan kasus korupsi di Biro Umum Pemprov Sumut
tersebut,” ujar Tongam.
Sebagaimana diberitakan, kasus korupsi
biro umum Setda Pemprovsu yang merugikan negara hingga Rp13 miliar
dalam kasus tersebut, Ditreskrimsus Poldasu sempat memanggil istri
Samsul Arifin dan istri Gatot Pujo Nugroho. Pemanggilan keduanya
dilakukan, karena didalam kuitansi pembayaran terdapat tanda tangan
Fatimah Habibi dan Sutias.
Penyidik Tipikor Ditreskrimsus Polda
Sumut juga sudah memeriksa Ridwan Panjaitan, Asisten Pribadi (Aspri) Plt
Gubernur Sumut, Gatot Pudjo Nugroho, sebagai saksi. Neman Sitepu
ditahan, Jum'at (27/7) lalu, sementara Aminuddin sudah ditahan beberapa
bulan sebelumnya dan saat in i tengah menjalani persidangan di
pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor).
Dalam kasus korupsi
Biro Umum Pemprov Sumut, penyidik Tipikor Ditreskrimsus Poldasu sudah
memeriksa 57 saksi. Pejabat yang sudah diperiksa sebagai saksi yakni
mantan Pelaksana tugas Sekda Provinsi Sumut Rahmatsyah dan mantan Kepala
Biro Umum Rajali serta Kepala Biro Umum saat ini Hajjah Nurlela.
Dalam
dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
(Tipikor) Medan, Rabu (28/11), mendakwa mantan bendahara pengeluaran
pembantu Biro Umum Setda Pemprovsu, Aminuddin dalam dua berkas perkara
korupsi. Dimana masing-masing yakni dugaan korupsi dana bantuan sosial
(bansos) dan belanja rutin di biro umum tersebut pada tahun 2011.
Dimana
oleh Jaksa menyebutkan, pada perkara korupsi belanja rutin Biro Umum
Setda Pemprovsu negara dirugikan senilai Rp13.599.813.202, berasal dari
dana belanja tidak langsung dari anggaran setelah P-APBD sebesar
Rp78.188.489.565, dana tambahan penghasilan pegawai negeri sipil (TTP)
sebesar Rp12.276.458.000, dan biaya operasional Kepala Daerah
(KDH)/Sumut/Wkil Kepala Daerah (WKDH) sebenar Rp3.162.393.000.
Dalam
perhitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sumut,
kerugian itu berasal dari adanya ketekoran kas senilai Rp8.874.677.888,
anggaran tahun 2012 dibayar tahun 2011 (tidak dibenarkan) senilai
Rp3.569.411.011, pengeluaran fiktif sebesar Rp554.987.140 dan pajak
pungut tapi belum disetor sebesar Rp600.737.163.
Pasalnya, dalam
dakwaan JPU disebut-sebut Ashari Siregar (almarhum) selaku Kabiro Umum
Setda Pemprovsu 2011 juga selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), bersama
terdakwa mencairkan dana pada belanja rutin tersebut yang sebagian tidak
sesuai peruntukkannya. Dimana dana tersebut diduga untuk memperkaya
diri sendiri dan orang lain.
Bahkan dalam dakwaan JPU ada dana
sebesar Rp6.584.000.000 dipergunakan oleh mantan kepala Biro Umum (Alm)
Ashari Siregar, dan sebesar Rp1.001.562.214 diduga secara bertahap
dipakai terdakwa, serta sebagian dibayarkan untuk kegiatan rutin
panjar-panjar kegiatan dibawah Rp50.000.000, namun jumlahnya tidak
diketahui karena tidak tercatat.
Sementara dalam dakwaan dugaan
korupsi dana Bansos 2011, perkara Aminuddin displit dengan perkara
terdakwa Subandi, mantan Bendahara Pengeluaran Pembantu PPKD (Pejabat
Penataan Keuangan Daerah), yang kini menunggu penuntutan JPU.
Dalam
perkara ini Aminuddin dan Subandi diduga merugikan negara senilai Rp916
juta lebih, dari anggaran Bansos Rp47.844.000.000. Atas dua perkara
korupsi ini terdakwa Aminuddin dua kali dijerat pasal korupsi, yakni
Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 dan Pasal 8, jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang telah
diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1
KUHPidana, dalam perkara korupsi belanja rutin. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar